Cari Blog Ini

Halaman

Selasa, 06 Agustus 2013

Kewirausahaan


Daftar Isi

Daftar Isi................................................................................................. i
Bab I Pendahuluan ................................................................................. 1
A. Komunikasi dan Negosiasi Bisnis.......................................... 1
B. Upaya – Upaya Dalam Bernegosiasi...................................... 1
C. Tahapan –tahapan Negosiasi.................................................. 7
Bab II Kewirausahaan Berasaskan Kebersamaan dan Etika .................. 9
Bab III Kesimpulan................................................................................. 10
Daftar Pustaka......................................................................................... 12







BAB I
PENDAHULUAN


A. Komunikasi dan Negosiasi Bisnis
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan. Suatu pesan dikatakan mencapai manakala apa yang dipesankan dimengerti dan dilaksanakan oleh komunikan sebagaimana diharapkan. Jaminan agar pesan dapat dimengerti dan dilaksanakan bukan berdasarkan panjangnya kalimat atau lamanya mengadakan komunikasi, melainkan diukur dalam tindakan nyata.
Dalam proses komunikasi berlaku prinsip ekonomis bahasa, maksudnya memakai kata, minimal dicapai pesan sebanyak banyaknya. Sebagai pemeran utama perlu memiliki sifat-sifat khas. Salah satu yang utama adalah keluwesan yakni kemauan dan kemampuan mengadakan perubahan pendekatan manakala ada factor yang menghendaki atau berubah.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai kemampuan berkomunikasi dan diantaranya ada yang mempunyai kemampuan lebih sehingga dalam negosiasi bisnis dapat dilakukan dengan lebih baik.
Dalam negosiasi seorang wirausaha harus mampu berkomunikasi dengan sangat baik atau menopang keberhasilan negosiasinya. Apabila kemampuan komunikasi didukung dengan pengetahuan, moral dan etika maka kepercayaan akan cepat diperoleh. Keberhasilan bernegoisasi diperlukan adanya upaya-upaya dengan melalui persiapan negosiasi.

B. Upaya – Upaya Dalam Bernegosiasi

1. Definisikan Terlebih Dahulu Hasil yang Ingin Anda dan Pihak Lawan Peroleh
Jangan pernah mulai melakukan negosiasi tanpa pertama kali menanyakan kepada diri Anda, “Apa hasil yang bagus buat diri saya? Apa yang saya butuhkan, dan bagaimana saya memprioritaskannya?” Cobalah mengajukan pertanyaan yang sama terhadap perspektif pihak lawan.
Tanpa memahami kepentingan diri Anda dan pihak lain, Anda tidak bisa menentukan hasil negosiasi yang baik bagi diri Anda ataupun pihak lain. Kesulitan bisa saja terjadi. Untuk mengetahui hasil yang diinginkan pihak lain tersebut, terutama jika orang itu menyemburiyikannya. Dialog selama proses negosiasi seringkali bisa mengungkap kepentingan kedua belah pihak, kendatipun tidak selalu – khususnya dalam negosiasi win-lose (distributive deal). Bilamana Anda tetap saja kesulitan mengetahui kepentingan pihak lain, gunakan setiap peluang komunikasi untuk “mengira-ngira”-nya.

2. Identifikasi peluang penciptaan nilai potensial
Dalam proses negos.asi, ada konsep yang disebut dengan BATNA (best alternative to a negotiated agreement) alias alternative terbaik dari kesepakatan negosiasi. Konsep ini dikembangkan oleh roger Fisher dan William Ury, yang merujuk pada tindakan yang harus diambil jika negosiasi gagal mencapai kesepakatan.
Sekali memahami apa hasil yang diinginkan dari proses negosiasi, maka Anda bisa mengidentifikasi wilayah kesepakatan, peluang untuk berkompromi dan cara-cara untuk membuat pertukaran terbaik. Sebagai contoh, jika Anda bernegosiasi tentang jam kerja seorang karyawan –sebut saja Stella- yang menginginkan keseimbangan waktu kerja dengan kehidupan keluarga, maka sebagai orang HR Anda harus mempersiapkan diri dengan alternatif yang memungkinkan kedua belah pihak – kalau tidak seluruhnya – tujuan mereka.

3. Identifikasi kemungkinan akibat gagalnya negosiasi dan harga yang mungkin untuk dibayar
Untuk mempersiapkan diri bernegosiasi, Anda harus menentukan alternatif terbaik jika terjadi kegagalan baik alternatif dari sisi Anda maupun pihak lain. Dengan memahami seluruh pilihan alternatif itu, maka persiapan negosiasi bisa difokuskan pada hal itu.

4. Meningkatkan kualitas alternatif tersebut
Setiap upaya untuk meningkatkan kualitas alternatif terbaik dalam setiap negosiasi akan menaikkan posisi tawar Anda. Dalam kasus Stella di atas, Anda bisa meningkatkan alternatif terbaik tersebut dengan mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Stella. Caranya? Anda bisa mengidentifikasi orang lain yang mau menggantikan posisinya bila yang bersangkutan terlalu sulit diajak berunding. Posisi tawar terkuat dari Stella adalah perannya yang penting untuk memuluskan gerak kerja unit tersebut. Sekali dia bisa digantikan, maka kekuatan itu akan kehilangan tenaga.

5. Antisipasi isu-isu terkait dengan otoritas
Dalam negosiasi, harus benar-benar diyakinkan bahwa mitra Anda dalam bernegosiasi memiliki otoritas penuh untuk membuat sebuah kesepakatan. Sebagai profesional HR, barangkali Anda harus berhadapan dengan sejumlah situasi negosiasi di mana sulit sekali memastikan apakah kita sedang berhadapan dengan pengambil keputusan sesungguhnya atau tidak. Sebagai contoh, Anda bertugas untuk menjamin kontrak dengan sebuah perusahaan besar yang menyediakan manajemen manfaat (benefit) atau jasa training, orang yang dikirim perusahaan untuk berbicara dengan Anda mungkin bukan pengambil keputusan final.
Dalam kasus seperti ini, usahakan untuk mengetahui siapa sebenamya pengambil keputusan sebenarnya. Jangan ragu untuk menanyakan, “Siapa yang mengambil keputusan akhir!” Bilamana orang dimaksud selama ini tidak aktif berpartisipasi dalam negosiasi, usulkan agar orang tersebut ikut dalam negosiasi dengan cara yang sopan. Kalau orang tersebut ikut dalam diskusi, pastikan bahwa ia terlibat penuh. Ini sangat berguna untuk menghilangkan kesalahpamahaman dan menghemat waktu.
Juga, cobalah ketahui bagaimana pihak yang satu mengarnbil keputusan. Apakah keputusan dibuat individu, sebuah tim, atau komite? Apakah keputusan harus disebarluaskan terlebih dahulu ke dalam organisasi untuk satu atau dua minggu? Jangan pernah malu bertanya secara tegas, “Seperti apakah proses pengambilan keputusan biasanya dilakukan untuk hal semacam ini?”
Pada praktiknya, Anda tidak mungkin selalu bisa bernegosiasi dengan individu (atau komite) yang memiliki otoritas final. Bahkan, negosiasi yang dilakukan Presiden sekalipun – yang sering dianggap orang paling kuat sekalipun – harus memperoleh persetujuan dari DPR. Dalam kasus semacam ini, pahami posisi tawar negosiator dengan segala konstelasinya. Bisa saja individu negosiator bebas mendiskusikan kepentingan perusahaannya dan mengeksplorasikan opsi kreatif.

6. Pelajari apa saja yang bisa tentang pihak lain
Negosiasi merupakan aktivitas antar individu. Para negosiator tangguh akan selalu berusaha mempelajari apa saja tentang pihak lain. Siapa sebenarnya orang itu? Apakah dia negosiator berpengalaman atau pemula? Apakah mereka tergolong agresif atau seorang yang tidak mau berkonflik? Apakah kultur organisasi mereka tergolong birokratik atau sangat lincah? Apakah ia memiliki otoritas untuk mencapai kesepakatan, ataukah dia harus melapor dulu kepada bosnya untuk menunggu instruksi dan persetujuan? Dan, yang paling penting, apa yang ingin dicapai dari negosiasi ini dan berapa penting negosiasi terhadap bisnis mereka?
Bila Anda bernegosiasi dengan individu perorangan – pencari kerja, karyawan, eksekutif perusahaan, bos Anda, atau seorang konsultan – langkah persiapan semacam ini juga perlu Anda lakukan. Untuk menempatkan posisi Anda sangat kuat dalam negosiasi, Anda tetap perlu mengantisipasi kepentingan, tujuan, perhatian, dan harapan pihak lain. Isu ini sama pentingnya dengan iso soal otoritas di atas. Semakin tahu Anda tentang orang itu, semakin baik kemampuan Anda mewujudkan kesepakatan yang memenuhi harapan kedua belah pihak.

7. Membangun fleksibilitas ke dalam proses
Layaknya banyak bagian dari kehidupan, negosiasi tidak selalu berlangsung sesuai perkiraan atau mengikuti garis linear. Kadangkala hubungan yang dibangun menjadi rusak. Perkembangan yang tidak bisa diantisipasi bisa menyebabkan satu pihak menarik diri atau membekukan pembicaraan. Temuan terhadap peluang baru bisa mendorong pihak lain untuk bersikap lebih keras dalam negosiasi. Perkembangan semacam itu bermakna, kedua pihak harus mempersiapkan diri untuk terus maju tanpa adanya peta jalan yang jelas. Mereka harus melatih diri bersabar, karena banyak negosiasi baru rampung setelah rangkaian proses maju-mundur.

C. Tahapan –tahapan Negosiasi

1.      Persiapan
Pada tahap ini, negosiator mulai mengadakan kick off meeting internal untuk keperluan pengumpulan informasi relevan yang lengkap, pembentukan tim apabila diperlukan. Dalam rangka pembentukan tim, perlu diadakan “pembagian peran”, peran yang ada biasanya adalah:
-          Pemimpin tim negosiator dengan tugas memimpin tim, memilih dan menentukan anggota tim, menentukan kebijakan khusus, dan mengendalikan anggota tim lainnya.
-          Anggota Kooperatif yang menunjukan simpati kepada pihak lain dan juga bertindak hati-hati agar pihak lain merasa kepentingannya tetap terlindungi. Peran ini seolah-olah mendukung penawaran pihak lain.
-          Anggota Oposisi yang bertugas untuk membantah argumentasi yang dilakukan pihak lain, anggota ini juga berusaha untuk membuka kelemahan dan merendahkan posisi tawar pihak lain.
-          Sweeper yang bertugas sebagai problem solver pemecah kebuntuan dalam negosiasi, dan bertugas menunjukkan inkonsistensi pihak lain.


2. Proposal
Pada tahap ini, negosiator dapat memilih, apakah langsung melakukan penawaran pertama atau menunggu pihak lain yang mengajukan penawaran. Dalam tahap ini, negosiator sudah harus siap mempelajari kemungkinan-kemungkinan yang ada. Meneliti serta membaca strategi pihak lain adalah tepat jika dilakukan pada tahap ini.

3. Debat
Tahap ini merupakan tahap terpenting dalam suatu proses negosiasi. Dengan dilakukannya debat, kita dapat mengetahui seberapa jauh kepentingan kita bisa dipertahankan atau diteruskan dan seberapa jauh kepentingan pihak lain akan kita terima. Tahap ini diisi dengan argumentasi dari masing-masing pihak. Dari argumentasi tersebut dapat terlihat strategi dan fleksibilitas pihak lain.

4. Tawar menawar
Setelah diadakan proposal dan debat, negosiator mengadakan tawar menawar atas kepentingan pihaknya maupun pihak lain. Dalam tahap ini argumentasi sudah tidak terlalu diperlukan, yang diperlukan adalah fakta, data, dan kemampuan untuk mencapai tujuan negosiasi.

5. Penutup
Suatu negosiasi dapat berakhir dengan berbagai kemungkinan. Antara lain, negosiasi berhasil, negosiasi gagal, negosiasi ditunda, negosiasi dead-lock, para pihak walk-out, dan lainnya. Apabila negosiasi berhasil, direkomendasikan untuk membuat semacam memorandum of understanding (MoU) untuk keperluan para pihak menekan pihak lainnya untuk menjalankan kesepakatan hasil negosiasi (contract enforcement).




BAB II
KEWIRAUSAHAAN BERASASKAN
KEBERSAMAN DAN ETIKA

Etika bisnis merupakan salah satu aspek yang sangat penting dan perlu menjadi perhatian para wirausaha. Karena selain dapat menjamin kepercayaan dan loyalitas dari semua unsur yang berpengaruh pada perusahaan (stakeholder loyality), etika bisnis ini juga berperan dalam memajukan suatu perusahaan. Suatu kegiatan haruslah dilakukan dengan etika atau norma-norma yang berlaku di masyarakat bisnis. Ini digunakan agar para pengusaha tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan dalam usaha yang di jalankan memperoleh simpati dari berbagai pihak dan etika itu membentuk pengusaha yang bersih dan dapat memajukan serta membesarkan usaha yang dijalankan dalam waktu yang relative lebih lama.
Secara bahasa, Etika (berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu "ethikos", yang berarti "timbul dari kebiasaan") adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.  Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku atau cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan dan memecahkan persoalan yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Menurut Ronald J. Robert[1],” jika seorang menyenangi pekerjaannya maka ia akan puas dan bila merasa puas maka akan memiliki sikap yang sempurna, loyal, komitmen dan kerja keras yang berarti memiliki moral yang tinggi.”
Mathie Paquerot[2], “Loyalty should help the organization to create differentiation. Loyalty is a barrier to entry for other competition.

Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Selain itu, etika bisnis juga sangat penting untuk mempertahankan loyalitas pemilik kepentingan dalam membuat keputusan dan memecahkan persoalan perusahaan, karena semua keputusan perusahaan sangat memengaruhi dan dipengaruhi oleh stakeholders.
Menurut Zimmerer[3] “Etika bisnis merupakan masalah yang sangat sensitive dan komplek karena membangun etika untuk mempertahankan reputasi (goodwill) perusahaan lebih sukar dari pada menghancurkan “.
 Stakeholders adalah semua individu atau kelompok yang berkepentingan dan berpengaruh terhadap keputusan perusahaan yang dukungannya diperlukan demi kesejahteraan dan kelangsungan hidup organisasi. Stakeholder terdiri atas dua jenis, yaitu:
  1. Internal stakeholders, meliputi: para investor, karyawan, manajemen dan pimpinan perusahaan.
  2. Eksternal stakeholders, yaitu: pelanggan, asosiasi dagang, kreditor, pemasok, pemerintah, masyarakat umum dan kelompok khusus yang berkepentingan terhadap perusahaan.
            Kebersamaan bukan kita saja yang membutuhkan tapi juga orang lain. Kita menyadari bahwa kita sangat memerlukan pertolongan orang lain. Standar nilai usaha yang diterima oleh berbagai pihak harus ditumbuh kembangkan dan disosialisasikan.

BAB III
KESIMPULAN

Kewirausahaan berasal dari kata wira dan usaha. Wira berarti : pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung. Usaha, berarti perbuatan amal, bekerja, berbuat sesuatu. Jadi wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu. Ini baru dari segi etimologi (asal usul kata). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wirausaha adalah orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk mengadakan produk baru, mengatur permodalan operasinya serta memasarkannya.
Wirausaha mengarah kepada orang yang melakukan usaha/kegiatan sendiri dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Sedangkan kewirausahaan menunjuk kepada sikap mental yang dimiliki seorang wirausaha dalam melaksanakan usaha/kegiatan.
Menurut bahasa Yunani Kuno, etika berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika(studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
  1. Pengendalian diri.
  2. Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility).
  3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
  4. Menciptakan persaingan yang sehat.
  5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
  6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi).
  7. Mampu menyatakan yang benar itu benar.
  8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah.
  9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
  10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati.
  11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.
Etika bisnis dapat menjamin kepercayaan dan loyalitas dari semua unsur yang berpengaruh pada perusahaan (stakeholder loyality), dan berperan dalam memajukan suatu perusahaan. Suatu kegiatan haruslah dilakukan dengan etika atau norma-norma yang berlaku di masyarakat bisnis. Kesimpulannya, ini digunakan agar para pengusaha tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan dalam usaha yang di jalankan, memperoleh simpati dari berbagai pihak dan etika itu membentuk pengusaha yang bersih dan dapat memajukan serta membesarkan usaha yang dijalankan dalam waktu yang relative lebih lama.








Daftar Pustaka

Suryana,Dr,Msi.2003. Kewirausahaan:“Pedoman praktis, kiat dan proses menuju   
              sukses”, Salemba Empat.

Kasmir.2009.Kewirausahaan. Jakarta: Raga Grafindo Persada.

Alma Buchari, Dr.2001. “Kewirausahaan”.Alfabet.








[1] Suryana. Kewirausahaan:“Pedoman Praktis, Kiat Dan Proses Menuju  Sukses”, Salemba Empat, hal.6.

[2] Suryana. Kewirausahaan:“Pedoman Praktis, Kiat Dan Proses Menuju  Sukses”, Salemba Empat, hal.6.

[3] Hal. 30